CUTTY SARK
Kapal itu masih tegak sentosa, tiang-tiang layarnya berdiri seperti
meninju angkasa. Saya memandangnya di pinggir Sungai Thames sore itu:
Cutty Sark masih menggapai-gapai lautan. Pada lunas luarnya di haluan,
sebuah patung perempuan telanjang dada dalam warna salju terlihat
seperti mengibaskan tangan menyisih buih samudera yang telah dilayarinya
bertahun-tahun lebih dari dua abad silam.
Cutty Sark, kapal
layar besar itu, teronggok di atas dok kering di Cutty Sark Garden,
dermaga Greenwich. Ia kini menjadi koleksi Museum Maritim Nasional Inggris. Memandang kapal seberat hampir 1.000 ton ini, yang saya
bayangkan adalah kekaguman orang-orang pribumi di Hindia -- kini
Indonesia, negeri muasal leluhurku -- ketika ia melego jangkar di
pelabuhan-pelabuhan Nusantara di akhir abad 19.
Cutty Sark
memang pernah berlayar ke Indonesia. Kapal layar cepat yang diluncurkan
di Dumbarton, Skotlandia pada suatu sore di bulan November 1869 ini
pernah dengan gagah perkasa mengarung samudera ke negeri timur membawa
panji dan menjadi simbol kedigdayaan Britania Raya di lautan.
Ia
dirancang arsitek kapal kondang Skotlandia, Hercules Linton, untuk si
topi putih John Willis, pelaut yang tak kurang terkenalnya di Britania.
Selanjutnya, ia menjadi ujung tombak misi dagang Inggris di masa
kolonial. Ia kerap berlayar ke India dan Indonesia untuk mengangkut teh
dan rempah-rempah, meski dalam riwayat panjangnya ia lebih banyak
malang-melintang di perairan Cina.
Di tahun 1871, bersama 28
awaknya, Cutty Sark memecah rekor perjalanan laut dengan pelayaran dari
London ke Cina dalam waktu 107 hari. Kini, Cutty Sark menerima
pengunjung yang hendak mengenang masa silam, tentang kebesaran lama itu.
Seiring dengan kondisinya yang kian menua, setelah berpindah tangan
beberapa kali, di tahun 1957 Cutty Sark sudah menetap di do
k kering di
Greenwich itu. Ia telah dikunjungi puluhan juta orang dari seluruh
dunia.
Kini Cutty Sark memang sekadar dipajang. Kabin-kabinnya
sudah beralih fungsi menjadi museum, kafe bahkan gedung perjamuan bagi
mereka yang hendak menikah dengan cara yang unik.
Memandang
Cutty Sark, menjelang petang di bibir Sungai Thames, sore itu, dalam
dadaku berdentam-dentam nada: nenek moyangku orang pelaut -- nada yang
hendak ditenggelamkan oleh pemandangan di depanku ini, Cutty Sark yang
menggapai-gapai lautan.
-- tulisan lama, LONDON, 2003
No comments:
Post a Comment